Puasa dan Pembangunan Keluarga Sejahtera

PUASA DAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA

Oleh: Drs. Mardiya
Ka Bidang Pengendalian Penduduk


Puasa di bulan Ramadhan bagi umat muslim di seluruh dunia, baik laki-laki maupun perempuan, hukumnya adalah wajib. Hal ini telah ditegaskan dalam Surat Al Baqarah Ayat 183 yang artinya “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian untuk berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertaqwa”. Dengan demikian, Jika seorang muslim meninggalkan dengan sengaja maka perbuatan itu merupakan dosa besar. Tentu saja hal itu dikecualikan bagi umat muslim yang karena kondisi tertentu tidak dapat menjalankan ibadah puasa pada saat itu, misalnya sakit, dalam perjalanan jauh atau datang bulan, hamil dan menyusui bagi perempuan, namun tetap saja harus ada kompensasi atau puasa pengganti di lain waktu. Hanya anak-anak yang tidak diwajibkan berpuasa, namun sejak dini mereka harus dilatih untuk melakukannya agar pada saatnya nanti bisa melakukan kewajibannya itu.
Selain untuk meningkatkan derajad ketaqwaan kita kepada Allah SWT, puasa banyak sekali manfaatnya. Baik ditinjau dari sisi kesehatan, pendidikan, ekonomi, maupun moralitas dan akhlak. Puasa juga menumbuhkan rasa kebersamaan, senasib sepenanggungan serta menumbuhkan kesadaran betapa hidup ini membutuhkan kedisiplinan, ketekunan dan kesabaran dalam berusaha untuk mencapai sebuah cita-cita atau harapan kehidupan yang lebih baik di masa depan. Dengan segudang manfaatnya itu, sesungguhnya puasa itu dapat menjadi pintu utama masuknya seseorang ke surga, juga menjadi pintu bagi sebuah keluarga untuk mencapai keluarga yang sejahtera.
Mengapa puasa dapat menjadi pintu untuk membangun keluarga sejahtera? Logikanya sederhana. Dengan berpuasa, tutur kata, sikap dan perilaku seluruh anggotanya akan sangat mendukung terwujudnya keluarga sejahtera. Keluarga sejahtera yang dimaksud adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spirituil dan materiil yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar anggota dan antara keluarga dengan masyarakat dan lingkungan. Keluarga ini dalam implementasinya adalah keluarga yang dapat melaksanakan fungsi-fungsi keluarga. Kedelapan fungsi tersebut sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah No 87 Tahun 2014 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana dan Sistem Informasi Keluarga Bab II Pasal 7 Ayat (2), terdiri dari 8 item, yakni fungsi keagamaan, fungsi sosial budaya, fungsi cinta kasih, fungsi perlindungan, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi dan fungsi pembinaan lingkungan. Keluarga itu sendiri diterjemahkan sebagai unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami isteri, atau suami isteri dan anaknya, atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya.
Puasa dapat mewujudkan keluarga sejahtera karena perannya yang signifikan dalam memantapkan pelaksanaan fungsi-fungsi keluarga. Pelaksanaan delapan fungsi dalam keluarga secara realitas dapat meningkat intensitasnya maupun kualitasnya, bila seluruh anggota keluarga tersebut terutama ayah dan ibu dapat menjalankan ibadah puasa dengan baik. Artinya, tidak hanya menahan lapar dan dahaga selama waktu yang telah ditentukan, tetapi juga dapat menahan hawa nafsu sehingga dapat menghindarkan diri dari segala perbuatan maksiat, baik maksiat fisik (maksiat lisan, maksiat mata, maksiat telinga, maksiat tangan) maupun maksiat batin (marah, dongkol/jengkel, dengki dan sombong.
Terkait dengan pelaksanaan fungsi keagamaan, puasa menjadikan seluruh anggota keluarga menjadi lebih aktif dalam dalam beribadah. Bukan saja ibadah yang sifatnya wajib, tetapi juga yang sunat. Dengan demikian, puasa dapat menjadi media persemaian nilai-nilai moral dan agama bagi setiap anggota keluarga yang akan menjadikannya sebagai insan-insan yang agamis, penuh iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Selanjutnya terkait dengan fungsi sosial budaya, puasa menjadi media yang sangat efektif untuk menjadikan seluruh anggota keluarga peduli satu sama lain, peduli dengan keluarga lain dan peduli dengan warga masyarakat pada umumnya. Berpuasa menjadikan mereka lebih rajin untuk berderma, membantu orang lain yang kesulitan serta empati terhadap orang-orang yang menderita. Kemauan untuk bekerja secara gotong royong, menyelesaikan segala persoalan secara musyawarah dan mufakat sebagai salah satu ciri budaya bangsa juga akan meningkat seiring dengan dijalankannya ibadah puasa.
Sementara dalam kaitannya dengan pelaksanaan fungsi cinta kasih, puasa jelas-jelas akan menumbuhkan rasa cinta dan sayang terhadap seluruh anggota keluarga. Dengan sahur dan buka bersama-sama, mereka menjadi lebih dekat dan akrab satu sama lain, sehingga harmonisasi hubungan suami isteri, suami isteri dan anaknya atau antara anak dengan anak dapat terwujud. Hal ini tentu saja akan menumbuhsuburkan rasa kecintaan dan kasih sayang mereka terhadap sesama anggota keluarga.
Sedangkan terkait dengan pelaksanaan fungsi melindungi, puasa akan menjadikan pasangan suami isteri lebih perhatian terhadap kenyamanan dan keamanan anak. Dipastikan ayah dan ibu lebih memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan anak sehingga anak merasa nyaman dan tentram, dan tidak punya keinginan untuk berperilaku negatif yang dirasa memang sudah tidak perlu. Dalam keluarga anak-anak menjadi merasa terlindungi dan jauh dari mara bahaya daripada hidup di jalanan yang penuh resiko dan rawan kejahatan.
Lebih jauh, terkait dengan pelaksanaan fungsi reproduksi, puasa menjadikan pasangan suami isteri lebih mampu menahan diri untuk tidak menuruti nafsu seksualnya secara membabi buta. Apalagi hubungan suami isteri di siang hari jelas-jelas akan membatalkan puasanya. Kemampuan dan kemauan untuk menahan diri dari nafsu biologis ini menjadi sumber inspirasi sekaligus motivasi bagi keluarga untuk lebih memperhatikan perencanaan keluarganya, memikirkan bagaimana seharusnya yang dilakukan agar keluarganya berkualitas, memiliki ketahanan dan kemandirian yang tinggi.
Kemudian terkait dengan pelaksanaan fungsi sosialisasi dan pendidikan, puasa mendidik setiap anggota keluarga selain menjadi lebih disiplin, tekun dan sabar juga membina seluruh anggota keluarga selalu berkomunikasi dengan anggota keluarga lainnya. Hal ini akan memperkokoh fungsi sosialisasi dan pendidikan dalam keluarga, karena suami isteri akan menjadi lebih mudah untuk membimbing, mendampingi dan memfasilitasi anak-anaknya agar menjadi anak yang sholeh dan sholehah, berbakti pada orangtua, keluarga, masyarakat dan bangsa.
Lebih dari itu, terkait dengan pelaksanaan fungsi ekonomi, puasa menjadikan setiap anggota keluarga lebih hati-hati dalam mengelola keuangan keluarga. Pasangan suami isteri dipastikan membelanjakan uangnya bukan sesuai keinginannya tetapi disesuaikan dengan kebutuhannya. Apalagi puasa selama satu bulan penuh membutuhkan perencanaan yang matang agar uang belanja tidak habis di tengah jalan. Ini mengajarkan keluarga untuk hidup berhemat dan sederhana serta menjauhkan diri dari pengeluaran-pengeluaran yang tidak perlu. Dengan tetap bekerja seperti biasa, maka kemandirian keluarga dari sisi ekonomi menjadi lebih terjaga.
Akhirnya terkait dengan fungsi pembinaan lingkungan, puasa menjadikan seluruh anggota keluarga lebih bisa beradabtasi dengan lingkungannya khususnya dalam menjaga pergaulan dan persaudaraan dengan masyarakat sekitar. Dengan berpuasa yang berarti juga harus menjauhkan diri dari sifat iri, dengki, pemarah dan sombong, sudah barangtentu akan mampu menjaga keserasian pergaulan keluarga dengan keluarga lainnya maupun keluarga dengan masyarakat yang lebih luas. Dengan sesama makhluk ciptaan Allah lainnya pun akan lebih menghargai, tidak semena-mena merusak alam atau menyakiti binatang sehingga kedudukan manusia sebagai makhluk yang beradab semakin kokoh.
Dari sini jelaslah bahwa puasa dan pembangunan keluarga sejahtera memiliki keterkaitan yang sangat erat. Puasa dapat menjadi pintu bagi seluruh keluarga untuk mewujudkan cita-citanya, keluarga yang sejahtera lahir dan batin. Yakni keluarga yang memiliki ketahanan dan kemandirian yang tinggi serta mampu menjaga harmonisasi hubungan antara suami isteri, ayah ibu dan anaknya, dan anak dengan saudara-saudaranya.
Dengan demikian, tepatlah apabila momentum bulan puasa yang hadir di setiap tahun kita jadikan pijakan untuk menggalakkan dan menggerakkan upaya pembangunan keluarga sejahtera melalui pemantapan pelaksanaan fungsi-fungsi keluarga. Keluarga yang menjadi harapan bangsa karena akan mampu melahirkan generasi yang lebih berkualitas dan siap menjadi kader-kader pembangunan bangsa di kemudian hari.