Dapur Sehat Atasi Stunting di Kampung KB

Dapur Sehat Atasi Stunting Di Kampung KB

Oleh:  Drs. Mardiya, Ka Bidang Pengendalian Penduduk

Presiden Joko Widodo telah menunjuk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menjadi Ketua Pelaksana Penurunan Stunting di Indonesia pada 25 Januari 2021. Penunjukan BKKBN sebagai koordinator penurunan stunting atas pertimbangan bahwa BKKBN memiliki sumberdaya sampai akar rumput. Tidak hanya tenaga penggerak yang terdiri dari Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) serta kader KB BKKBN juga memiliki program berbasis desa dan berbasis poktan untuk membentuk keluarga sejahtera.

Sebagai salah satu bentuk kegiatan yang akan  dilakukan BKKBN dalam upaya penurunan kasus stunting adalah melakukan kombinasi intervensi spesifik dan sensitif berupa pemberian makanan yang berasal dari bahan pangan lokal dengan mekanisme pemberdayaan masyarakat dalam bentuk kegiatan Dapur Sehat Atasi Stunting (DASHAT) di Kampung Keluarga Berkualitas (Kampung KB).

Dijadikannya Kampung KB sebagai basis pengembangan DASHAT mendasarkan pada realita bahwa di Kampung KB sistem pengelolaan kegiatan terutama yang terkait dengan program Bangga Kencana umumnya telah berjalan dengan baik. Adanya Kelompok Kerja (Pokja) dan Kelompok Kegiatan (Pokgi) serta keberadaan kader BKB, BKR, BKL. UPPKS, dan PIK Remaja menjadi jaminan bahwa DASHAT yang akan dijalankan berjalan dengan baik. Apalagi keterlibatan lintas sektor di Kampung KB cukup baik,  ditambah dengan dukungan tokoh formal dan non formal, pemuda dan PKK yang dapat diandalkan.

DASHAT diperlukan keberadaannya karena saat ini di Indonesia setidaknya  ada 8 juta balita yang tidak dapat tumbuh secara optimal. Yang artinya 1 dari 3 anak di Indonesia mengalami stunting. Stunting sendiri disebabkan oleh faktor multi dimensi di antaranya: (1) Praktik pengasuhan yang tidak baik, (2) Terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal Care, Post Natal dan pembelajaran dini yang berkualitas, (3) Kurangnya akses ke makanan bergizi, (4) Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi.

Di Indonesia, lokasi persebaran kejadian stunting paling banyak adalah wilayah Nusa Tenggara Timur, namun daerah-daerah lain pun juga masih perlu perhatian dan kepedulian bersama. Menurut para ahli kesehatan, terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan stunting, yaitu perbaikan terhadap pola makan, pola asuh, serta perbaikan sanitasi dan akses air bersih. Ketiga hal tersebut terkait dengan pola keseharian hidup di sebuah keluarga, yang erat pula kaitannya dengan terhambatnya perkembangan anak.

Yang menjadi persoalan, stunting tidak hanya berdampak pada pertumbuhan fisik dan kecerdasan anak, tetapi juga berdampak pada psikologis anak. Dalam beberapa penelitian mengenai stunting dan efeknya pada kondisi psikologis, yang mencuat paling banyak adalah anak dengan stunting memiliki risiko perkembangan kognitif, motorik, dan verbal yang kurang optimal. Perkembangan yang kurang optimal tersebut berdampak pada kapasitas belajar dan prestasi belajar di sekolah pun menjadi kurang optimal. Kapasitas belajar anak yang tidak optimal dan menurunnya performa pada masa sekolah, dapat menyebabkan produktivitas dan kinerja saat anak dewasa juga tidak optimal

Secara umum DASHAT diartikan sebagai kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam upaya pemenuhan gizi seimbang bagi keluarga berisiko stunting (catin, bumil, busui, baduta/balita stunting terutama dari keluarga kurang mampu), melalui pemanfaatan sumberdaya lokal (termasuk bahan pangan lokal) yang dapat dipadukan dengan sumberdaya/kontribusi dari mitra lainnya.

Salah satu upaya perbaikan gizi adalah melalui edukasi dan perbaikan konsumsi pangan ibu hamil, menyusui dan balita dari berbagai pangan yang tersedia, bergizi dan terjangkau dengan cita rasa yang sesuai dengan selera mereka. Indonesia kaya akan sumber daya pangan yang diproduksi, diperjualbelikan dan tersedia di indonesia, yang sering  disebut sebagai pangan lokal indonesia  atau pangan nusantara.

Tujuan pengembangan DASHAT secara umum  adalah meningkatkan kualitas gizi masyarakat,  dalam rangka mempercepat upaya  penurunan stunting melalui  pendekatan konvergensi Kampung KB  di tingkat desa/kelurahan. Sementara secara khusus, DASHAT dikembangkan dalam rangka : (1) Sediakan pangan sehat dan  bergizi, (2) Memunculkan kelompok usaha  keluarga/masyarakat lokal yang  berkelanjutan, (3) Tingkatkan keterampilan  kelompok  usaha keluarga/masyarakat, (4) Olah, distribusikan dan  pasarkan makanan bergizi  seimbang, (5) Berdayakan ekonomi  masyarakatberbasis sumber  daya lokal, (6) KIE gizi dan pelatihan kepada  keluarga risiko stunting.

Hasil yang diharapkan dengan keberadaan DASHAT selain terpenuhinya kebutuhan  gizi anak stunting,  bumil/busui dan keluarga  risiko stunting, juga diperolehnya pengetahuan dan  keterampilan penyiapan pangan  sehat dan bergizi berbasis  sumber daya lokal. Selain itu meningkatnya kesejahteraan  keluarga, melalui  keterlibatannya dalam kelompok  usaha keluarga/masyarakat yang  berkelanjutan.

Pelaksana kegiatan DASHAT ini adalah Pemerintah Desa/Kelurahan melalui  pengembangan kelembagaan lokal  yang sesuai dengan potensi dan  kebutuhan penanganan stunting yang  ada di tingkat desa dan sekitarnya dengan sasaran Ibu Hamil, Ibu Menyusui, dan Balita  serta Catin yang menjadi bagian dari  Keluarga Beresiko Stunting. Selain itu juga keluarga dan masyarakat pada  umumnya di desa yang bersangkutan.

Kegiatan DASHAT ini dirancang dalam tiga permodelan, yaitu, “model sosial, pemberdayaan  masyarakat untuk penyediaan makanan padat gizi dengan bahan lokal yang sebagian besar kegiatan berupa pemberian makan gratis kepada kelompok sasaran (ibu hamil, ibu menyusui dan anak baduta,; Model Komersial yaitu pemberdayaan masyarakat untuk penyediaan makanan padat gizi dengan bahan lokal yang diperuntukan bagi masyarakat umum dengan metode penjualan dan penguatan KIE tentang makanan sehat. “Model Kombinasi yaitu pemberdayaan masyarakat untuk menyediakan makanan padat gizi dengan bahan lokal yang diperuntukan bagi pemenuhan gizi kelompok sasaran serta masyarakat umum dengan metode penjualan.

DASHAT Model sosial, cocok diterapkan pada Kampung KB dengan karakteristik kesejahteraan masyarakat rendah, kasus stunting tinggi dan akses sumber pangan rendah. Sementara untuk model komersial cocok untuk diterapkan pada Kampung KB dengan karakteristik kesejahteraan masyarakat tinggi, kasus stunting rendah dan akses sumber pangan optimal. Sedangkan model kombinasi  antara sosial dan komersial adalah Kampung KB dengan karakteristik kesejahteraan masyarakat baik, kasus stunting sedang dan akses sumber pangan berkembang.

Apapun model kegiatan DASHAT yang dipilih, yang tentu saja disesuaikan dengan kondisi Kampung KB di wilayah masing-masing, tujuan akhirnya adalah mempercepat penurunan kasus stunting. Kegiatan DASHAT ini tentu akan melengkapi upaya yang telah demikian beragam dalam rangka mempercepat penurunan angka stunting  melalui Intervensi Gizi Spesifik yang ditujukan pada anak dalam 1.000 Hari  Pertama Kelahiran (HPK) dan Intervensi Gizi Sensitif yang ditujukan pada masyarakat umum dengan pelibatan lintas sektor dan mitra kerja

Ada lima pemangku kepentingan dalam DASHAT ini antara lain: (1) Masyarakat yakni Keluarga Risiko Stunting dan Masyarakat  Penerima dan Pelaksana DASHAT, (2) Dunia Usaha sebagai pendukung DASHAT dalam hal  donasi natura dan dana,  pendamping dan edukasi  pengelolaan usaha dan gizi, (3) Perguruan Tinggi sebagai pendamping dalam hal  pendidikan gizi kepada  masyarakat dan pengelolaan DASHAT, (4) Kader Penggerak Masyarakat sebagai Penggerak dan Motivator  terlaksananya DASHAT di tingkat  RT/RW/Desa (PKK, PPKBD/Sub,  Kader lainnya), (5) Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Petugas sebagai Pembina, Pendamping, Edukator,  dan Regulator pelaksanaan  DASHAT (BKKBN, OPD PPKB,  DINKES, PKB/PLKB, dll).

Tahap kegiatan dalam DASHAT ini mencakup setidaknya 6 tahap. Mulai dari tahap identifikasi dan pemetaan, kemudian tahap perumusan, yang dilanjutkan dengan tahap peningkatan kapasitas melalui pendampingan maupun bimtek. Tahapan selanjutnya adalah tahap produksi dan pengemasan, tahap distribusi dan penjualan serta tahap Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE).

Sebelum DASHAT dikembangkan di Kampung KB, diperlukan identifikasi masalah dan potensi yang ada, agar ke depannya terjamin kelanncaran dan keberlanjutannya. Identifikasi masalah dan potensi ini setidaknya mencakup empat hal:

Pertama, Kasus Stunting: (1) Manfaatkan semua sumber data yang  ada (PK21, ePPGBM, e-Posyandu, dlll.), (2) Petakan kasus berdasarkan wilayah  (RT/RW, Desa/Kelurahan, (3) Diskusikan dan tentukan kasus stunting berdasarkan penyebab dan rencana tindakannya.

Kedua, Program Kegiatan sejenis: (1) Kenali usaha sejenis dalam radius desa  atau kecamatan, (2) Upayakan kerjasama agar lebih efektif  dan efisien, (3) Bentuk Kerjasama dapat berupa tenaga, sumber pangan, pengemasan, pemasaran, dll.

Ketiga, Tingkat Kesejahteraan: (1) Kenali latar belakang sosial  ekonomi keluarga risiko stunting, (2) Pahami kondisi sosial ekonomi dan budaya wilayah desa  setempat

Keempat, Akses dan Ketersediaan Sumber Pangan: (1) Petakan berbagai potensi sumber pangan  dalam radius desa/kalurahan, kecamatan dan  kab/kota, maupun nasional, berupa  korporasi atau perorangan, (2) Sumber pangan dapat berupa natura dan/atau dana.

Akhirnya terkait dengan anggaran, DASHAT pendanaannya dapat bersumber dari APBN, APBD, APBDes, CSR maupun dana mandiri/gotong royong. Pendanaan ini penting untuk menjamin kegiatan DASHAT dapat berjalan terus dan bermanfaat bagi masyarakat terutama dalam upaya penurunan kasus stunting di Indonesia. Semua upaya itu tentu akan dapat diwujudkan apabila disertai dengan kerja keras dan doa disertai sikap optimis, disiplin, dan  semangat untuk berjuang dan mengabdi yang tinggi.